Juara Kedua
Daftar juara Piala Dunia
Perjalanan Argentina juara Piala Dunia 2022 di Qatar tidaklah mulus. Sandungan bahkan sudah dialami dalam laga pertamanya di Piala Dunia 2022.
Lionel Messi cs mengawali kiprahnya di Piala Dunia 2022 dengan menelan kekalahan 1-2 ketika berhadapan dengan Arab Saudi. Untungnya Argentina kemudian bangkit dan melewati fase grup di posisi teratas.
Apa ada negara lain yang juara Piala Dunia usai kalah di laga pertama?
Argentina tercatat sebagai negara kedua yang mampu menjuarai Piala Dunia setelah menelan kekalahan di dalam pertandingan pertamanya.
Sebelum ini, sudah ada Spanyol yang lebih dulu melakukannya. Di Piala Dunia 2010, La Furia Roja bangkit dari kekalahan 0-1 atas Swiss untuk kemudian menjuarai grupnya usai menghabisi Honduras dan Chile.
Serangkaian kemenangan dengan skor 1-0, termasuk di babak extra time partai final atas Belanda, pada prosesnya mengantar Spanyol jadi juara.
Sebelum Argentina juara Piala Dunia 2022 di Qatar, Tim Matador sempat menjadi satu-satunya negara yang juara Piala Dunia usai kalah di laga pertama.
Evaluate your academic performance through detailed report
Average 4.5/5 out of 2 total votes.
Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah perang salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini meletus akibat jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara tentara salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga negara yang pertama kali jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Prancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut bergerak menyeberangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Romawi Timur, Manuel I Comnenus. Setelah melewati Bizantium dan memasuki Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dikalahkan oleh tentara Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melancarkan serangan yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur mencapai kemenangan. Kegagalan ini memicu jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir abad ke-12.
Tentara salib yang mampu menggapai kemenangan adalah gabungan tentara salib Flandria, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan Jerman. Mereka berlayar menuju Tanah Suci. Di tengah perjalanan, tentara tersebut berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Sementara itu, Perang Salib Utara dikobarkan sebagai upaya untuk mengubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beriman Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.
Setelah meletusnya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, ada tiga negara tentara salib yang didirikan di timur, yaitu Kerajaan Yerusalem, Kepangeranan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah serta hanya memiliki sedikit penduduk. Maka dari itu, daerah ini sering diserang oleh negara-negara Muslim seperti Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap akibat kekalahan mereka dalam Pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah Pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin tewas dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, terpaksa bersekutu dengan kekaisaran Romawi Timur, namun, pada tahun 1143, Kaisar Romawi Timur, John II Comnenus dan Raja Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin juga bertengkar dengan Count Tripoli dan Pangeran Antiokhia, sehingga Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat.[butuh rujukan]
Sementara itu, Zengi, seorang Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Baik Zengi maupun raja Baldwin II mengalihkan perhatian mereka ke arah Damaskus. Sayangnya, Baldwin dapat ditaklukan di luar kota tersebut pada tahun 1129. Damaskus yang dikuasai oleh Dinasti Burid, selanjutnya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140.[3]
Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid melawan Aleppo. Zengi, yang hendak mengambil kesempatan atas kematian Fulk tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ke tangannya setelah sebulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim dari Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa wilayah Edessa dari Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri dipuji sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia. Peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada Damaskus, namun ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan oleh anaknya, Nuruddin.[4] Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tetapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.
erita jatuhnya Edessa dikabarkan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu kemudian oleh duta besar dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang mengeluarkan bula kepausan quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145 yang memerintahkan dilaksanakannya Perang Salib Kedua. Ia menyerukan raja-raja Kristen, terutama Raja Prancis untuk memobilisasi pasukan. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib.
Perang salib yang baru diharapkan akan lebih teratur daripada Perang Salib Pertama. Apalagi, tentara salib akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa. Sayangnya, paus hanya mendapat sedikit tanggapan. Louis VII dari Prancis telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus. Ia telah mengumumkan hal itu pada istanannya di Bourges tahun 1145. Saat ini masih diperdebatkan, apakah Louis merencanakan perang salibnya sendiri, atau ia hendak memenuhi janjinya kepada saudaranya, Phillip, bahwa ia akan pergi ke Tanah Suci. Mungkin Louis menghendaki pilihan bebasnya setelah mendengar tentang quantum praedecessores. Sayangnya, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, karena ia akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernardus dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui Eugenius. Kini Louis pasti telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernardus untuk berkhotbah di Prancis.[6]
Perang Salib di Timur
Joscelin mencoba merebut kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tetapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Prancis bertemu di Étampes untuk mendiskusikan rute mereka. Jerman memilih untuk melewati Hungaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Prancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka melalui Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang memiliki sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi lebih lanjut. Di Prancis, Kepala Biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan lebih lanjut dikumandangkan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah perwakilan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tetapi mereka tidak berangkat sampai bulan Mei.[20]
Tentara salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hungaria, akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di wilayah Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Romawi Timur ditugaskan untuk memastikan agar tidak terjadi masalah apapun. Pertempuran-pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut meletus di dekat Philippopolis dan di Adrianopel, tempat jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Lebih buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel. Hubungan dengan Manuel kurang baik dan orang Jerman diminta untuk menyeberang ke Asia Kecil secepat mungkin. Manuel ingin Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di belakang untuk membantunya bertahan melawan serangan Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk merebut kota-kota di Yunani, tetapi Conrad menolak, walaupun ia adalah musuh dari Roger.[21]
Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Prancis, dan maju menyerang Iconium, ibu kota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang hampir dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 dalam Pertempuran Dorylaeum Kedua.[22]
Turki Seljuk menggunakan taktiknya. Mereka berpura-pura mundur, lalu menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.[23]
Tentara salib Prancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hungaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hungaria untuk bergabung dengan pasukannya.[24]
Sejak negosiasi awal di antara Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat memusatkan perhatiannya pada pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang memiliki reputasi buruk akibat pencurian dan pengkhianatan sejak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Prancis lebih baik daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Prancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tetapi mereka dapat dikendalikan oleh Louis.[25]
Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyeberang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyeberangi Bosporus menuju Asia Kecil melalui kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah merebut Iconium, tetapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Baik Jerman dan Prancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang dibuat oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Prancis untuk menyerahkan wilayah manapun yang direbutnya kepada Romawi Timur.[26]
Pasukan Prancis bertemu sisa pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan tiba di Efesus pada bulan Desember. Di situ, mereka menyadari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan serangan terhadap mereka. Sementara itu, Manuel mengirim utusan yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak ada jaminan bahwa Bizantium akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai serangan Seljuk dan lalu bergerak keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tetapi dalam pertempuran kecil di luar Efesus, pasukan Prancis berhasil memenangkan pertempuran.[27]
Mereka mencapai Laodicea pada Januari 1148, hampir pada waktu yang sama ketika Otto dari Freising dihancurkan di tempat yang sama.[28] Perjalanan pun tetap dilanjutkan. Barisan depan dibawah pimpinan Amadeus dari Savoy terpisah dari pasukan di Gunung Cadmus, sementara pasukan Louis mengalami kekalahan. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang lebih lanjut dan pasukan Prancis bergerak menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga dibakar agar pasukan Prancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi ingin melalui jalur darat, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlayar ke Antiokhia.[22] Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan harus melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hancur, baik karena serangan Turki maupun karena sakit.[29]
Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat akibat badai. Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan ia membantunya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tetapi Louis menolak. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan peziarahannya di Yerusalem daripada memusatkan perhatian pada aspek militer perang salib.[30] Raymond ingin agar Aliénor, istri Louis, tetap berada di belakang dan menceraikan Louis jika ia menolak membantunya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli, meninggalkan Aliénor. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[31] Fulk, Patriark Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang berhenti di Lisboa tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tetapi target yang lebih diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.[30]
Bangsawan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa konsili harus dihimpunkan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlangsung pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour bertemu dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, dekat kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Baik Louis maupun Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.[32]
Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menyatakan bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijaksana, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang patut diperhitungkan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan bergerak menuju Damaskus. Mereka berjumlah 50.000 tentara.[33]
Tentara salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, tempat berdirinya kebun buah yang akan memberi mereka makanan.[32] Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk serangan tersebut dan langsung menyerang pasukan yang bergerak melalui perkebunan di luar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan. Di sana mereka rentan terhadap serangan gerilya.[30]
Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk bergerak ke bagian timur, yang lebih sedikit pertahanannya, tetapi lebih kurang lagi persediaan makanan dan airnya.[32] Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan hadirnya Nuruddin di lapangan, sangatlah tidak mungkin bagi tentara salib untuk kembali ke posisi mereka yang lebih baik.[30] Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak memiliki pilihan selain meninggalkan kota.[32] Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka diikuti oleh pemanah Turki yang terus menerus menyerang mereka.[34]
Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain.[32] Rencana baru dibuat untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tetapi tidak ada bantuan tiba, karena kurangnya kepercayaan akibat kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini terus berkepanjangan, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon dihentikan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperkuat aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.
Bernardus dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernardus meminta maaf kepada Paus. Dalam bagian kedua bukunya, Book of Considerations, Bernardus menjelaskan bagaimana dosa-dosa yang dilakukan para tentara salib adalah penyebab kemalangan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk menyerukan perang salib baru gagal, ia mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.[35] Bernardus meninggal dunia pada tahun 1153.
Perang Salib Wend membuahkan hasil yang manis dan pahit. Walaupun Sachsen berhasil menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, kelompok pagan tetap menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan Denmark, namun pemimpin-pemimpin Kristen saling mencurigai dan menuduh satu sama lain atas tuduhan mensabotase kampanye militer. Di Iberia, kampanye militer di Spanyol, dan juga pengepungan Lisboa, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan selesai pada tahun 1492.[19]
Serangan terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada negara-negara tentara salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III menguasai Ascalon pada tahun 1153, yang menyeret Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan merebut Kairo pada tahun 1160.[36] Akan tetapi, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana yang diakibatkan oleh Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Romawi Timur dan melancarkan invasi gabungan ke Mesir tahun 1169, tetapi serangan ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu jenderal Nuruddin, menjadi Sultan Mesir. Ia mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium berakhir setelah kematian Kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut semua ibu kota negara-negara tentara salib, memicu meletusnya Perang Salib Ketiga.[37]
Kemunculan ideologi Baharu
-Pimpinan Benito Mussolini dan Parti Fasis yang menguasai Itali pada 1922
-Fasisme: memberikan keutamaan kepada kepentingan negara melebihi kepentingan individu dan percayakan nasionalisme melampau termasuk berperang bagi meningkatkan imeg negara.
-Bagi memulihkan imej Itali meluaskan jajahan dengan kuasa Habsyah (Etiopia) dan Albania
-Pimpinan Adolf Hitler dan Parti Nazi yang menguasai Jerman 1933
-Nazisme: mengagungkan bangsa Jerman
-Hitler berusaha memulihkan nasionalisme Jerman dengan mengetepikan Perjanjian Versailles, membina angkatan tentera semula dan meduduki Rhineland semula(wilayah yang hilang semasa Perjanjian Versailles)
Ketidakpuasan Hati terhadap Perjanjian Versailles (Jerman dan Itali)
-menjejaskan kedaulatan negaranya
-kehilangan tanah jajahan
-perlu membayar pampasan perang tinggi menyebabkan kemelesetan ekonomi dan inflasi
Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-Bangsa sebagai badan keamanan dunia dan wujudkan kerjasama antarabangsa gagal untuk menguatkuasakan perjanjian pelucutan senjata dan menangani krisis pencerobohan yang berlaku selepas Perang Dunia I.
Ini menyebabkan dunia terdedah kepada konflik berterusan dan meletusnya Perang Dunia II.
Cabaran Liga Bangsa-Bangsa selepas Perang Dunia I
Krisis Manchuria (1931-1933)
-Jepun menakluki Manchuria, iaitu wilayah di bawah penguasaan China
Perjanjian Pelucutan Senjata (1932-1934)
-Jerman keluar daripada Liga Bangsa-Bangsa dan memperbesar angkatan tenteranya secara terbuka
Krisis Habsyah (1935-1936)
-Itali menyerang Habsyah di Afrika
Skuad kendalian Solskjaer kini dua mata di belakang pasukan tangga keempat Chelsea, yang akan menentang West Ham awal pagi esok dan tiga mata di belakang Leicester City di tempat ketiga.
Liga Juara-Juara Dua AFC (sebelum ini dikenali sebagai Piala AFC, disingkat sebagai ACL Dua) ialah pertandingan kelab bola sepak benua tahunan yang dianjurkan oleh Konfederasi Bola Sepak Asia. Ia adalah pertandingan peringkat kedua bola sepak kelab Asia, berada di bawah Liga Juara-Juara Elit AFC dan di atas Liga Cabaran AFC.
Kejohanan ini diasaskan pada tahun 2004 sebagai Piala AFC, yang dimainkan terutamanya di kalangan kelab dari negara yang tidak menerima slot kelayakan langsung ke Liga Juara-Juara AFC peringkat teratas. Pada tahun 2024, AFC memperkenalkan pertandingan kelab peringkat kedua yang dirombak dengan nama Liga Juara-Juara Dua AFC, dengan rekod dan statistik Piala AFC dipindahkan ke pertandingan baharu.
Kelab layak ke pertandingan berdasarkan prestasi mereka dalam pertandingan liga dan piala kebangsaan. Penyertaan dalam pertandingan ini terbuka kepada kelab dari 12 negara teratas di rantau Timur dan Barat berdasarkan kedudukan pertandingan kelab AFC. Peserta dari setiap negara yang berada di kedudukan 1–6 di setiap rantau adalah kelab yang menduduki tempat tertinggi di negara tersebut yang tidak layak ke Liga Juara-Juara Elit AFC. Negara-negara yang berada di kedudukan 7–12 di setiap rantau memasuki kelab terbaik mereka terus ke Liga Juara-Juara Dua AFC.
Juara semasa ialah Central Coast Mariners, yang menewaskan Al-Ahed pada perlawanan akhir 2024. Al-Kuwait dan Al-Quwa Al-Jawiya adalah kelab paling berjaya dalam sejarah pertandingan itu, masing-masing memenangi tiga gelaran. Kelab dari Kuwait telah memenangi empat gelaran, menjadikan mereka negara paling berjaya dalam pertandingan itu.
Piala AFC bermula pada tahun 2004 sebagai pertandingan peringkat kedua yang dikaitkan dengan Liga Juara-Juara AFC kerana 14 negara yang mempunyai status membangun bersaing dalam pertandingan pertama dengan 18 pasukan dicalonkan. Pemenang dan tiga naib juara kemudiannya akan menuju ke peringkat kalah mati di mana ia adalah undian rawak siapa yang akan bermain. Al-Jaish memenangi Piala AFC pertama selepas mereka menewaskan rakan seteru Syria Al-Wahda menerusi gol di tempat lawan.
Pada tahun 2005, 18 pasukan bertanding dari sembilan negara dengan negara masih dibenarkan memilih daripada satu atau dua pasukan yang masuk. Selepas pasukan Syria meninggalkan Piala AFC untuk mencuba di Liga Juara-Juara AFC selama empat tahun, Al-Faisaly menewaskan Nejmeh dalam perlawanan akhir. Dengan itu, pasukan Jordan akan memenangi dua musim Piala AFC seterusnya dengan Bahrain menyertai liga manakala Bangladesh diturunkan ke Piala Presiden AFC sehingga pemansuhan kejohanan pada 2014.
Al-Muharraq akan memecahkan trend pada 2008 apabila mereka bersaing di perlawanan akhir timbal balik terakhir sebelum ia kembali ke sistem satu perlawanan tunggal, peraturan yang tidak pernah diubah sehingga penamatan kejohanan ini.
Pada 23 Disember 2022, telah diumumkan bahawa struktur pertandingan AFC akan berubah daripada format yang ditetapkan dari musim 2024–25. Kejohanan peringkat kedua baharu yang dipanggil Liga Juara-Juara Dua AFC akan diperkenalkan.[1] Sementara itu, pertandingan peringkat ketiga baharu turut dilancarkan di bawah nama Liga Cabaran AFC.[2][3][4]
Pada 24 Mei 2024, AFC mengumumkan bahawa rekod dan statistik pertandingan kelab AFC sebelumnya akan diiktiraf dan disepadukan dalam pertandingan kelab yang diubah suai, dengan data daripada Piala AFC dipindahkan ke Liga Juara-Juara Dua AFC.[5]
Negara ahli AFC yang pernah diwakili dalam peringkat kumpulan
Negara ahli AFC yang belum diwakili dalam peringkat kumpulan
Beberapa perubahan telah digunakan dari segi pasukan dan format untuk Piala AFC 2017. Sebanyak 36 pasukan menyertai peringkat kumpulan (12 setiap satu dari Asia Barat dan ASEAN, dan 4 setiap satu dari Asia Timur, Asia Tengah, dan Asia Selatan). Perlawanan akhir dimainkan secara one-off.
Peruntukan pasukan peringkat kumpulan mengikut negara ahli disenaraikan di bawah; Tanda bintang (*) mewakili peristiwa di mana sekurang-kurangnya satu pasukan tersingkir dalam kelayakan ke peringkat kumpulan. Mereka yang belum sampai ke peringkat kumpulan tetapi hanya bermain dalam kelayakan tidak berada dalam huruf tebal.
Hadiah wang untuk Liga Juara-Juara Dua AFC 2024–25 adalah seperti berikut:[7]
MCI (P) 040/06/2023, MCI (P) 041/06/2023 SPH Digital News Copyright © 2024 . SPH Media Limited. Co. Regn. No. 202120748H
TEMPO.CO, Jakarta - Timnas U-19 Indonesia akan berpartisipasi dalam ajang ASEAN U-19 Boys Championship atau Piala AFF U-19 2024. Garuda Muda membidik gelar juara kedua pada ajang dua tahunan tersebut, setelah memenangkannya pada 2013.
Kapten Dony Tri Pamungkas mengungkapkan dia dan para pemain lain akan berupaya maksimal untuk meraih hasil terbaik. Kesempatan bermain dalam turnamen Maurice Revello Tournament pada Mei lalu menjadi pengalaman sekaligus modal berharga untuk menatap Piala AFF U-19 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya dan tim semua akan berusaha memberikan yang terbaik dan kami optimistis bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Juara? Ya Insya Allah," ujar dia saat ditemui di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024.
"Menurut saya, saya harus bisa menunjukkan, memotivasi teman-temannya agar lebih bisa bekerja keras lagi. (Pengalaman dari Maurice Revello Tournament) yang pertama dan yang paling utama itu mental," kata Dony menambahkan.
Di turnamen itu, Timnas U-19 Indonesia menghadapi lawan-lawan kuat dari berbagai negara, seperti Italia, Jepang, Panama, Ukraina, hingga Korea Selatan. Garuda Muda tidak meraih satu kemenangan pun. Sebelum tampil di ajang tersebut, tim asuhan Indra Sjafri juga digembleng pemusatan latihan selama kurang lebih sepekan di Como, Italia.Pelatih Timnas U-19 Indra Sjafri saat ditemui di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024. TEMPO/Randy
Pelatih Indra Sjafri mengatakan, saat ini pihaknya akan merampingkan komposisi skuad dari 32 pemain menjadi 23 pemain untuk berlaga di Piala AFF U-19 2024. Di sisi lain, tim asuhannya juga bakal melakoni dua uji coba lagi sebelum memulai kiprahnya dalam ajang dua tahunan tersebut.
"Kami sudah melakukan latihan dengan fokus persiapan AFF dan tahapan selanjutnya kami akan mengurangi dari 32 pemain menjadi 26 pemain dalam pekan ini. Dari 26 pemain itu nanti hanya boleh 23 pemain, jadi kami masih akan mengurangi tiga pemain," ucapnya saat ditemui di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024.
"Nanti juga ada satu lagi internal game, setelah itu ada satu lagi uji coba melawan Malut United (6 Juli) dan kami berangkat ke Surabaya tanggal 10 (Juli). Pada tanggap 12 (Juli) kami akan uji coba terakhir melawan tim PON Jawa Timur," kata Indra menambahkan.
Piala AFF U-19 2024 akan digelar di Surabaya dengan pertandingannya berlangsung di dua stadion, yaitu Gelora Bung Tomo dan Gelora 10 November mulai 17-29 Juli 2024.
Berikut jadwal Timnas U-19 Indonesia di Piala AFF U-19 2024
17/07/2024 Indonesia vs Filipina, pukul 19.30 WIB
20/07/2024 Kamboja vs Indonesia, pukul 19.30 WIB
23/07/2024 Indonesia vs Timor Leste, pukul 19.30 WIB
Perebutan Peringkat Ketiga: 29/07/2024
Reconquista dan jatuhnya Lisboa
Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur perluasan cakupan perang salib ke semenanjung Iberia. Ia memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua.[7] Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka berhenti di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk bertemu dengan Afonso I dari Portugal.[17]
Tentara salib setuju untuk membantu Afonso menyerang Lisboa. Pengepungan Lisboa berlangsung dari 1 Juli hingga 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tetapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.[17] Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan. Selanjutnya mereka mulai menghasilkan keturunan.
Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang hampir sama, Alfonso VII dari León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya, memimpin tentara salib Catalunya dan Prancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari angkatan laut Genova-Pisa, kota ini berhasil diduduki pada Oktober 1147.[18] Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, ia merebut Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Prancis dan Genova.[18] Satu tahun kemudian, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.[19]
Bernardus dari Clairvaux
Paus memerintahkan Bernardus untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi sebagaimana yang diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama.[6] Parlemen dihimpunkan di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernardus berkhotbah dihadapan dewan pada 31 Maret. Louis VII dari Prancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin hadir dan bersujud dibawah kaki Bernardus untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernardus.[7] Paus Eugenius sendiri datang ke Prancis untuk menyemangati. Bernardus kemudian pergi ke Jerman.
Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernardus bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan serangan terhadap orang Yahudi. Pendeta fanatik Prancis yang bernama Rudolf telah menyebabkan pembantaian Yahudi di Rheinland, Köln, Mainz, Worms, dan Speyer. Rudolf menyatakan Yahudi tidak membantu secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernardus menentang serangan tersebut dan berkelana dari Flandria ke Jerman untuk menyelesaikan masalah dan menenangkan massa. Bernardus lalu bertemu Rudolf di Mainz dan berhasil membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.[8]
Ketika Perang Salib Kedua diserukan, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang-orang Sachsen di Jerman Utara merasa enggan. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernardus bahwa mereka lebih ingin berperang melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia,[9] dan juga terdapat bangsa Bohemia.[10] Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara keseluruhan. Kampanye militer itu sendiri dipimpin oleh keluarga-keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.[11]
Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, sehingga tentara salib mulai bergerak pada akhir musim panas tahun 1147. Setelah mengusir Obotrit dari wilayah Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, dan bertanya, "apakah itu bukan tanah kita sehingga kita hendak menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita hendak bertempur melawan mereka?"[12] Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah mencapai kota Kristen Stettin, lalu tentara salib dibubarkan setelah bertemu dengan Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania.
Menurut Bernardus dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan."[13] Sayangnya, tentara salib gagal mengganti agama orang-orang Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen dibubarkan. Albert dari Pomerania menjelaskan, "jika mereka ingin agar Kekristenan mengakar kuat ... yang harus mereka lakukan adalah menyebarkannya melalui pengajaran, bukan menggunakan senjata."[14]
Pada akhir perang salib, Mecklenburg dan Pomerania mengalami penjarahan dan depopulasi akibat maraknya pertumpahan darah, terutama diakibatkan oleh keganasan tentara Henry si Singa.[15] Akibatnya, penduduk Slavia kehilangan banyak metode produksi, sehingga membatasi perlawanan mereka pada masa depan.[16]
Argentina juara Piala Dunia 2022 untuk menjadi negara tersukses keempat di gelaran tersebut. Tim Tango juga melakukannya secara istimewa karena kalah di laga pertamanya.
Di final Piala Dunia 2022, Argentina memenangi adu penalti dramatis lawan Prancis. Kedua tim berbalas gol sampai skor 3-3 di waktu normal plus extra time, sampai akhirnya berjaya dalam adu tos-tosan dengan skor 4-2.
Hasil itu membuat Argentina kini sudah meraih tiga gelar juara Piala Dunia, setelah melakukannya pada 1978 dan 1986. Cuma ada tiga negara yang punya raihan lebih banyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di atas Argentina ada Italia dan Jerman yang sama-sama sudah empat kali juara Piala Dunia. Sementara Brasil bercokol di posisi teratas sebagai negara yang paling sering juara Piala Dunia dengan lima kali berjaya.